X

Kegiatan sosial perusahaan

Tanggung jawab sosial terhadap produk dan nasabah

Tanggung-jawab-sosial-terhadap-produk-dan-nasabah
KEBIJAKAN

Bank NTB Syariah senantiasa berupaya untuk memberikan nilai tambah dalam layanan pembiayaan perumahan. Layanan tersebut tidak hanya dengan produk-produk terbaik, tapi juga dengan pelayanan yang konsisten, terpercaya, menyeluruh, dan penuh perhatian kepada kebutuhan para nasabah dan sekaligus sebagai wujud pemenuhan tanggung jawab Bank NTB Syariah kepada nasabah.

Kegiatan Terkait Tanggung Jawab Sosial Terhadap Produk dan Nasabah

Selain berpedoman pada Salah satu pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dicanangkan oleh Bank Indonesia dan harus dilaksanakan oleh perbankan nasional, hal tersebut juga ditujukan untuk mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan. Pemberdayaan dan Perlindungan konsumen melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan, dan sosialisasi bagi nasabah. Melalui berbagai program tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan nasabah kepada sistem perbankan nasional. Bank NTB Syariah senantiasa berupaya untuk menyukseskan program API dimaksud untuk memberikan nilai tambah dalam layanan, tidak hanya dengan produk-produk terbaik, tapi juga dengan pelayanan yang konsisten, tepercaya, menyeluruh, dan penuh perhatian kepada kebutuhan para nasabah dan sekaligus sebagai wujud pemenuhan tanggung jawab Bank NTB Syariah kepada nasabah.

Kerahasiaan Nasabah

Sebagai sebuah lembaga keuangan, Bank NTB Syariah berkomitmen untuk menjaga kepercayaan dan kerahasiaan nasabah yang mengacu pada ketentuan sebagaimana berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992;
  3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Terkait kebijakan kerahasiaan Nasabah, yang dimaksud rahasia bank menurut Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.

Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian bagi bank untuk memberikan rahasia bank sejalan dengan Pasal 40 ayat 1 Undang Undang Perbankan bahwa “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.” Beberapa pengecualian bagi bank untuk memberikan rahasia bank itu, yaitu dalam hal-hal berikut:

  1. Untuk kepentingan perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak (Pasal 41 ayat (1) UU Perbankan).
  2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara. Memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur (Pasal 41A ayat (1) UU Perbankan).
  3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Pasal 42A ayat (1) UU Perbankan).
  4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya. Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut (Pasal 43 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
  5. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya  kepada bank lain (Pasal 44 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
  6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis. Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut (Pasal 44 A ayat (1) UU Perbankan).
  7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia. Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut (Pasal 44A ayat (2) UU Perbankan). Terkait kebijakan agar Bank NTB Syariah merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. “Bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanan Nasabah”  Namun kewajiban untuk menjaga kerahasiaan nasabah tidak berlaku untuk (Pasal 2 ayat (4) PBI 2/19/2000):
  • Kepentingan perpajakan;
  • Penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara;
  • Kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
  • Kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya;
  • Tukar menukar informasi antar Bank
  • Permintaan persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis;
  • Permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah meninggal dunia.
  • Nasabah dapat menyuarakan pendapat mereka mengenai pelayanan Bank melalui Kantor Cabang, Kantor Pusat, Call Center, serta media cetak dan elektronik.

Nasabah dapat menyuarakan pendapat mereka mengenai pelayanan Bank melalui Kantor Cabang, Kantor Pusat, Call Center, serta media cetak dan elektronik. Mekanisme Penyelesaian Pengaduan Nasabah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor:7/7/PBI/ 2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/10/PBI/2008 tanggal 28 Februari 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor:7/7/PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, maka PT Bank NTB Syariah wajib menyelesaikan setiap pengaduan nasabah dan/atau perwakilan nasabah. Untuk menyelesaikan pengaduan nasabah maka bank harus memiliki:

    1. Organisasi atau unit yang berfungsi menangani penyelesaian pengaduan nasabah;
    2. Kewenangan dan tanggung jawab organisasi atau unit yang berfungsi menangani penyelesaian pengaduan nasabah;
    3. Mempublikasikan keberadaan organisasi atau unit yang berfungsi menangani pengaduan nasabah.
    4. Kebijakan prosedur tertulis yang meliputi:
      • Penerimaan nasabah.
      • Penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah.
      • Pemantauan penanganan dan penyelesaian nasabah.

Sesuai peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank NTB Syariah telah membentuk suatu unit fungsi pengaduan nasabah berdasarkan SK Direksi Bank NTB Syariah No. 00.13.70.95/0043.B/2005 tentang Pedoman Penyelesaian Pengaduan Nasabah Bank NTB Syariah yang telah diganti dengan SK Direksi Bank NTB Syariah No.SK/01/22/64/028/2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Pengaduan Nasabah Bank NTB Syariah.

Penyelesaian Pengaduan Nasabah di Tahun 2017.

Selama tahun 2017 Bank NTB Syariah telah menyelesaikan Pengaduan Nasabah sebagai berikut:

TANGGUNG JAWAB SOSIAL KEPADA KREDITUR

Kebijakan

Bank NTB Syariah berkomitmen untuk senantiasa menjaga kewajiban kepada kreditur sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan menjaga tingkat rasio likuiditas dan solvabilitas dengan baik. Sesuai karakteristiknya sebagai perusahaan perbankan, kreditur utama adalah para deposan. Oleh karena itu dengan menjaga likuiditas dan solvabilitas bank merupakan bentuk tanggung jawab Bank kepada kreditur. Bank NTB Syariah melaksanakan pengelolaan keuangan dengan baik sehingga tingkat solvabilitasnya dapat terjaga dengan baik. Dengan terjaganya solvabilitas Bank dengan baik, maka tingkat kepercayaan kreditur terhadap Bank akan tinggi. Bank NTB Syariah sebagai lembaga yang bergerak pada bidang perbankan dan berhubungan langsung dengan nasabah/masyarakat memandang pentingnya pengaduan nasabah dikelola secara terorganisir dan profesional, sehingga disusunlah pedoman pengaduan nasabah berdasarkan SK Direksi PT Bank NTB Syariah No. SK/01/22/64/028/2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Pengaduan Nasabah PT Bank NTB Syariah.

Kegiatan

Sebagai wujud tanggung jawab Bank NTB Syariah kepada kreditur sampai dengan saat ini Bank NTB Syariah senantiasa menjaga rasio keuangannya dengan baik. Dari sisi rasio keuangan dapat dilihat bahwa Bank NTB Syariah memiliki tingkat rasio solvabilitas yang sangat baik. Pada tahun 2017, Loan to deposit ratio terjaga pada level 75,07%,

Bank NTB Syariah mengukur solvabilitas melalui rasio permodalan bank. Bank NTB Syariah memastikan kecukupan modal Bank untuk dapat memenuhi risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional yang tercermin dari Rasio Kecukupan Modal/Capital Adequacy Ratio (CAR). Sesuai dengan peraturan OJK, Rasio Kecukupan Modal minimum yang ditetapkan OJK adalah sebesar 8,0%. Dengan rasio kecukupan Bank berada pada tingkat 30,87%, struktur permodalan Bank memiliki kapabilitas untuk mengimbangi risiko pasar, risiko kredit dan risiko operasional dimana rasio tersebut lebih tinggi dari rasio kecukupan minimum OJK dan struktur modal Bank sudah memenuhi Peraturan BI. Hal ini berarti bahwa Bank NTB Syariah telah mengelola dengan baik modal Bank dan memiliki kecukupan modal untuk melindungi dari risiko solvabilitas.

Related